Kamis, 12 Juni 2014

Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut Bab II Bagian 1 - 2

BAB II
LAUT TERITORIAL DAN ZONA TAMBAHAN
BAGIAN 1. KETENTUAN UMUM

Pasal 2
Status hukum laut teritorial, ruang udara di atas laut teritorial dan dasar laut serta tanah di bawahnya.
1. Kedaulatan suatu Negara pantai, selain wilayah daratan dan perairan pedalamannya dan, dalam hal suatu Negara kepulauan, perairan kepulauannya, meliputi pula suatu jalur laut yang berbatasan dengannya dinamakan laut teritorial.

2. Kedaulatan ini meliputi ruang udara di atas laut teritorial serta dasar laut dan tanah di bawahnya.

3. Kedaulatan atas laut teritorial dilaksanakan dengan tunduk pada ketentuan Konvensi ini dan peraturan hukum internasional lainnya.


BAGIAN 2.
BATAS LAUT TERITORIAL

Pasal 3
Lebar Laut Teritorial

Setiap Negara berhak menetapkan lebar laut teritorialnya hingga suatu batas yang tidak melebihi 12 mil laut, diukur dari garis pangkal yang ditentukan sesuai dengan Konvensi ini.

Pasal 4
Batas luar laut teritorial
Batas luar laut teritorial adalah garis yang jarak setiap titiknya dari titik yang terdekat garis pangkal, sama dengan lebar laut teritorial.
Pasal 5
Garis pangkal biasa
Kecuali jika ditentukan lain dalam Konvensi ini, garis pangkal biasa untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah sepanjang pantai sebagaimana terlihat pada peta skala besarnya yang diakui resmi oleh Negara pantai tersebut.
Pasal 6
K a r a n g

Dalam hal pulau yang terletak pada atol atau pulau yang mempunyai karang-karang di sekitarnya, maka garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial adalah garis air rendah pada sisi karang ke arah laut sebagaimana ditunjukkan oleh tanda yang jelas untuk itu pada peta yang diakui resmi oleh Negara pantai yang bersangkutan.

Pasal 7
Garis pangkal lurus

1. Di tempat-tempat dimana garis pantai menjorok jauh ke dalam dan menikung ke dalam atau jika terdapat suatu deretan pulau sepanjang pantai di dekatnya, cara penarikan garis pangkal lurus yang menghubungkan titik-titik yang tepat dapat digunakan dalam menarik garis pangkal dari mana lebar laut teritorial diukur.

2. Dimana karena adanya suatu delta dan kondisi alam lainnya garis pantai sangat tidak tetap, maka titik-titik yang tepat dapat dipilih pada garis air rendah yang paling jauh menjorok ke laut dan sekalipun garis air rendah kemudian mundur, garis-garis pangkal lurus tersebut akan tetap berlaku sampai dirobah oleh Negara pantai sesuai dengan Konvensi ini.

3. Penarikan garis pangkal lurus tersebut tidak boleh menyimpang terlalu jauh dari arah umum dari pada pantai dan bagian-bagian laut yang terletak di dalam garis pangkal demikian harus cukup dekat ikatannya dengan daratan untuk dapat tunduk pada rejim perairan pedalaman.

4. Garis pangkal lurus tidak boleh ditarik ke dan dari elevasi surut kecuali jika di atasnya didirikan mercu suar atau instalasi serupa yang secara permanen ada di atas permukaan laut atau kecuali dalam hal penarikan garis pangkal lurus ke dan dari elevasi demikian telah memperoleh pengakuan umum internasional.

5. Dalam hal cara penarikan garis pangkal lurus dapat diterapkan berdasarkan ayat 1, maka di dalam menetapkan garis pangkal tertentu, dapat ikut diperhitungkan kepentingan ekonomi yang khusus bagi daerah yang bersangkutan, yang kenyataan dan pentingnya secara jelas dibuktikan oleh praktek yang telah berlangsung lama.

6. Sistem penarikan garis pangkal lurus tidak boleh diterapkan oleh suatu Negara dengan cara yang demikian rupa sehingga memotong laut teritorial Negara lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.

Pasal 8
Perairan pedalaman

1. Kecuali sebagaimana diatur dalam bab IV, perairan pada sisi darat garis pangkal laut teritorial merupakan bagian perairan pedalaman Negara tersebut.

2. Dalam hal penetapan garis pangkal lurus sesuai dengan cara yang ditetapkan dalam pasal 7 berakibat tertutupnya sebagai perairan pedalaman daerah-daerah yang sebelumnya tidak dianggap demikian, maka di dalam perairan demikian akan berlaku suatu hak lintas damai sebagaimana ditentukan dalam Konvensi ini.

Pasal 9
Mulut Sungai
Apabila suatu sungai mengalir langsung ke laut, garis pangkal adalah suatu garis lurus melintasi mulut sungai antara titiktitik pada garis air rendah kedua tepi sungai.

Pasal 10
T e l u k
1. Pasal ini hanya menyangkut teluk pada pantai milik satu Negara.

2. Untuk maksud Konvensi ini, suatu teluk adalah suatu lekukan yang jelas yang lekukannya berbanding sedemikian rupa dengan lebar mulutnya sehingga mengandung perairan yang tertutup dan yang bentuknya lebih dari pada sekedar suatu lingkungan pantai semata-mata. Tetapi suatu lekukan tidak akan dianggap sebagai suatu teluk kecuali apabila luas teluk adalah seluas atau lebih luas dari pada luas setengah lingkaran yang garis tengahnya adalah suatu garis yang ditarik melintasi mulut lekukan tersebut.

3. Untuk maksud pengukuran, daerah suatu lekukan adalah daerah yang terletak antara garis air rendah sepanjang pantai lekukan itu dan suatu garis yang menghubungkan titik-titik garis air rendah pada pintu masuknya yang alamiah. Apabila karena adanya pulau-pulau, lekukan mempunyai lebih dari satu mulut, maka setengah lingkaran dibuat pada suatu garis yang panjangnya sama dengan jumlah keseluruhan panjang garis yang melintasi berbagai mulut tersebut. Pulau-pulau yang terletak di dalam lekukan harus dianggap seolah-olah sebagai bagian daerah perairan lekukan tersebut.

4. Jika jarak antara titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk tidak melebihi 24 mil laut, maka garis penutup dapat ditarik antara ke dua garis air rendah tersebut dan perairan yang tertutup karenanya dianggap sebagai perairan pedalaman.

5. Apabila jarak antara titik-titik garis air rendah pada pintu masuk alamiah suatu teluk melebihi 24 mil laut, maka suatu garis pangkal lurus yang panjangnya 24 mil laut ditarik dalam teluk tersebut sedemikian rupa, sehingga menurut suatu daerah perairan yang maksimum yang mungkin dicapai oleh garis sepanjang itu.

6. Ketentuan di atas tidak diterapkan pada apa yang disebut teluk “sejarah”, atau dalam setiap hal dimana sistem garis pangkal lurus menurut pasal 7 diterapkan.
Pasal 11
Pelabuhan

Untuk maksud penetapan batas laut teritorial, instalasi pelabuhan permanen yang terluar yang merupakan bagian integral dari sistem pelabuhan dianggap sebagai bagian dari pada pantai. Instalasi lepas pantai dan pulau buatan tidak akan dianggap sebagai instalasi pelabuhan yang permanen.
Pasal 12
Tempat berlabuh di tengah laut

Tempat berlabuh di tengah laut yang biasanya dipakai untuk memuat, membongkar dan menambat kapal, dan yang terletak seluruhnya atau sebagian di luar batas luar laut teritorial, termasuk dalam laut teritorial.

Pasal 13
Elevasi Surut

1. Suatu elevasi adalah suatu wilayah daratan yang terbentuk secara alamiah yang dikelilingi dan berada di atas permukaan laut pada waktu air surut, tetapi berada di bawah permukaan laut pada waktu air pasang. Dalam hal suatu evaluasi surut terletak seluruhnya atau sebagian pada suatu jarak yang tidak melebihi lebar laut teritorial dari daratan utama atau suatu pulau, maka garis air surut pada elevasi demikian dapat digunakan sebagai garis pangkal untuk maksud pengukuran lebar laut teritorial.

2. Apabila suatu elevasi surut berada seluruhnya pada suatu jarak yang lebih dari laut teritorial dari daratan utama atau suatu pulau, maka elevasi demikian tidak mempunyai laut teritorial sendiri.
Pasal 14
Kombinasi cara-cara penetapan garis pangkal

Negara pantai dapat menetapkan garis pangkal secara bergantian dengan menggunakan cara penarikan manapun yang diatur dalam pasal-pasal di atas untuk menyesuaikan dengan keadaan yang berlainan.

Pasal 15
Penetapan garis batas laut teritorial antara negara-negara
yang pantainya berhadapan atau berdampingan

Dalam hal pantai dua Negara yang letaknya berhadapan atau berdampingan satu sama lain, tidak satupun di antaranya berhak, kecuali ada persetujuan yang sebaliknya antara mereka, untuk menetapkan batas laut teritorialnya melebihi garis tengah yang titiktitiknya sama jaraknya dari titik-titik terdekat pada garis-garis pangkal dari mana lebar laut teritorial masing-masing Negara diukur.

Tetapi ketentuan di atas tidak berlaku, apabila terdapat alasan hak historis atau keadaan khusus lain yang menyebabkan perlunya menetapkan batas laut teritorial antara kedua Negara menurut suatu cara yang berlainan dengan ketentuan di atas.

Pasal 16
Peta dan daftar koordinat geografis

1. Garis pangkal untuk mengukur lebar laut teritorial sebagaimana ditetapkan sesuai dengan pasal 7, 9 dan 10, atau garis batas yang diakibatkan oleh ketentuan-ketentuan itu dan garis batas yang ditarik sesuai dengan pasal 12 dan 15, harus dicantumkan dalam peta dengan skala atau skala-skala yang memadai untuk penetapan garis posisinya. Sebagai gantinya dapat diberikan suatu daftar titik-titik koordinat geografis, yang menjelaskan datum geodetik.

2. Negara pantai harus memberikan pengumuman sebagaimana mestinya mengenai peta atau daftar koordinat geografis tersebut dan mendepositkan satu copy/turunan setiap peta atau daftar tersebut kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

wikisource.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar